Edison no Haha: Dorama untuk Pendidikan

Sudah lama saya tidak menonton dorama, ternyata banyak yang bagus-bagus. Bukan hanya bagus di jalan ceritanya, dorama buatan Jepang juga sarat akan pesan moral dan pelajaran hidup, bukan sekedar cinta-cintaan. Di blog ini, saya akan mengulas dorama-dorama yang sudah selesai saya tonton. Siapa tahu anda tertarik juga untuk menontonnya.

Dan, dorama pertama yang akan saya ulas adalah..

image

...Edison no Haha (Edison’s Mother)

Edison yang dimaksud dalam judul tersebut, tak lain dan tak bukan adalah Thomas Alfa Edison, sang raja penemu. Pertama kali mendengar judul itu, saya kira artinya adalah Edison yang lucu atau Edison yang bikin ketawa “haha”. Namun, dugaan salah, haha yang dimaksud di sini berarti “ibu” dalam bahasa Jepang. Dorama ini terinspirasi dari perjalanan hidup Thomas Alfa Edison. Makanya, di awal episode pertama, diceritakan secara singkat bagaimana Edison bisa menjadi penemu yang hebat berkat kasih sayang dan dukungan ibundanya, Nancy.

Dorama ini bercerita tentang seorang siswa pindahan kelas 1 SD Monbu, Hanafusa Kento yang memiliki rasa ingin tahu yang luar biasa besarnya. Karena rasa ingin tahunya inilah ia seringkali membuat masalah dan kekacauan di kelas, seperti melompat dari balkon sekolah, hampir menghisap gas mematikan, dan lain-lain. Ia juga sering melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang sulit untuk dijawab, seperti “mengapa 1+1=2?”, “mengapa harus belajar?”, “mengapa manusia tidak bisa terbang”, “mengapa ada orang miskin dan orang kaya?” dan lain-lain. Wali kelas Kento, Noriko-sensei kerapkali dibuat pusing tujuh keliling akibat kelakuannya ini. Berkali-kali ibunda Kento harus dipanggil ke sekolah karena ulah anaknya ini. Sadar akan perilaku anaknya yang extraordinary itu, ibu Kento banyak-banyak meminta maaf atas kesalahan-kesalahan yang diperbuat Kento dan meminta agar anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah.

Kento bercita-cita ingin menjadi seorang penemu hebat. Ia ingin menciptakan mesin yang bisa membahagiakan semua orang. Maka dari itu, Kento kerapkali membuat eksperimen dan menciptakan alat-alat yang unik, seperti alarm antikriminal, mesin penggerek bendera, dan juga mesin waktu. Tak jarang mesin yang diciptakannya malah menimbulkan masalah tersendiri.

Di sekolah, Kento disukai teman-temannya. Ia seringkali menceritakan banyak hal yang belum diketahui anak seusianya, Maklum saja, Kento sangat gemar membaca banyak buku. Ada juga anak perempuan yang naksir Kento, bernama Remi. Sayangnya, orang tua Remi sangat membenci Kento karena perilakunya yang mengacau. Ibunda Remi beserta wali murid lainnya melakukan berbagai cara untuk membuat Kento pindah sekolah.

Konflik semakin memuncak di episode-episode terakhir, saat pejabat dari dinas pendidikan ikut campur tangan mengatasi permasalahan Kento. Pejabat itu menyarankan Kento untuk mengikuti tes intelegensia dan pindah ke sekolah khusus untuk anak-anak genius di luar negeri. Dengan antusias, prof. mendukung rencana ini dan bersedia mendampingi Kento ke luar negeri. Namun, pada akhirnya, ibu Kento dengan tegas menolaknya karena ia yakin pada Noriko-sensei dan sistem pendidikan konvensional yang ada di Jepang.

Konflik juga melingkupi kehidupan pribadi Noriko-sensei yang baru saja diputuskan tunangannya. Sungguh beban yang berat bagi Noriko karena di saat yang sama, ia harus mampu mengatasi “kenakalan-kenakalan” Kento. Tunangan Noriko adalah seorang profesor muda yang nyentrik, ia memutuskan pertunangannya hanya karena menganggap Noriko itu tidak menarik. Sebaliknya, ia menganggap Kento dan ibunya itu menarik. Apalagi ia berekspektasi bahwa Kento adalah seorang genius dan kelak akan menjadi seorang ilmuwan yang hebat. Profesor itu berobsesi untuk bisa membesarkan Kento bersama ibunya menjadi seorang yang genius. Di sisi lain, Noriko merasa cemburu dan menganggap mustahil Kento adalah genius karena nilai-nilainya tidak mencerminkan itu.

Episode terakhir adalah episode yang paling emosional sebab kali ini Kento telah membuat kesalahan yang fatal. Ia dituding sebagai penyebab terjadinya kebakaran yang membahayakan dirinya dan teman-temannya. Ibunda Remi dan wali murid lainnya pun tak tinggal diam. Mereka turun ke jalan untuk meminta masyarakat untuk menandatangani petisi yang menuntut Kento dikeluarkan dari sekolah.

Kento pun tampak murung dan sering menangis karena kesalahannya kali ini membuatnya harus berpisah dari teman-teman  yang disayanginya. Ibunda Kento memutuskan Kento untuk pindah sekolah. Teman-teman sekelas Kento pun bertanya-tanya mengapa Kento harus pindah sekolah, padahal bukan hanya dia yang menyebabkan terjadinya kebakaran itu. Mereka pun kesal dan ngambek ingin Kento kembali ke sekolah. Tak lama kemudian Kento muncul tiba-tiba. Ternyata tidak ada sekolah yang mau menerimanya akibat aksi petisi yang dilakukan ibunda Remi sehingga Kento meminta untuk kembali bersekolah di SD Monbu. Teman-temannya pun menyambut dengan gembira. “Hanafusa Kento, おかえなさい!”

Ya, dorama ini berakhir dengan happy ending sesuai harapan saya. Namun, tak pelak, episode terakhir ini sangat menguras air mata, khususnya di saat Kento harus mengucapkan salam perpisahan. Banyak pelajaran yang bisa diambil dari dorama ini. Selain pesan-pesan moral yang kaya, dorama ini juga dimuati unsur pendidikan sains yang mendidik. Penonton juga diajak untuk merenungi apa pendidikan itu sebenarnya.

Setelah menonton dorama ini, saya pun jadi teringat masa-masa saya di bangku sekolah. Suatu kesalahan besar jika kita belajar tanpa memiliki rasa ingin tahu. Ini membuat kita tak ubahnya sebuah robot yang hanya menerima pelajaran yang diberikan guru, menghafalkannya, kemudian menuliskan jawaban di kertas ujian tanpa tahu apa makna sebenarnya dari apa yang kita pelajari itu. Semoga insan-insan pendidik di Indonesia bisa belajar dari dorama ini.

Posting Komentar

1 Komentar