‘Liasson Officer’, BBM, dan Kebijakan

Selasa, 5 April 2011, saya didaulat untuk menjadi liasson officer undangan di seminar berjudul “From LPG Conversion Programme to Subsidized Fuel Reducing Programme” yang di-EO-i oleh Kanopi FEUI (organisasi mahasiswa tempat saya bernaung) dan Alenia Alenia Cipta Kreatif (penerbit buku tentang program konversi minyak tanah ke LPG). Undangan yang saya harus saya pandu adalah Achmad Faisal, awalnya saya sama sekali tidak kenal beliau. Makanya, pagi-pagi sebelum acara dimulai saya sempatkan untuk meng-googling nama beliau. Wah, ternyata beliau adalah pejabat Pertamina tepatnya.

Sekitar pukul 07.30 saya SMS beliau memberitahukan bahwa saya yang akan menjadi LO dan meminta beliau untuk segera mengabari saya apabila sudah sampai di UI. Oh ternyata, beliau sudah tiba di kampus FEUI. Saya terkejut, lalu buru-buru saya menghubungi beliau dan segera menyambut kedatangan beliau.

Syukurlah beliau orangnya sangat ramah, bahkan sempat-sempatnya menanyai saya dan Widi (rekan saya sesama LO) soal kebijakan harga BBM. Saya agak segan untuk menjawab, sedangkan Widi menjawab sekenanya. Pak Faisal pun berkomentar bahwa kebijakan itu harus realistis. Beliau menyayangkan bahwa seringkali orang-orang mengkritisi/menentang suatu kebijakan, padahal tidak mengerti esensi persoalan sebenarnya dibalik kebijakan tersebut. Misalnya saja, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi, banyak orang yang menentang kebijakan ini karena menganggap bahwa cadangan minyak kita masih kaya, padahal kenyataannya? Apabila cadangan minyak kita habis, maka generasi masa depan yang akan menanggung kerugiannya. Mendengar itu semua pikiran saya pun terbuka. Saya sependapat dengan beliau (bukan karena saya pro-pemerintah, tapi karena semua itu relevan dengan teori yang pernah saya pelajari di ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Selain itu, subsidi BBM juga memboroskan anggaran negara yang sebenarnya bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan rakyat miskin.

Saya pun berusaha menjalankan tugas LO dengan sebaik-baiknya hingga seminar berakhir. Sekitar pukul 13.00, seminar usai, Pak Faisal tampak buru-buru keluar. Saya pun menawarkan beliau untuk menikmati hidangan makan siang yang telah disiapkan untuk undangan seminar. Namun, beliau menolaknya dengan alasan masih ada acara lain seraya mengucapkan terima kasih. Saya pun mengantarkan beliau sampai ke mobilnya. Sambil berjalan, beliau pun mengatakan penting bagi kita untuk menghemat konsumsi BBM dan pemerintah harus berani dalam membuat kebijakan walaupun kebijakan itu tidak populis demi kepentingan rakyat.

Ya, benar sekali, pemerintah memang harus berani. Terus-terusan membebani APBN dengan subsidi BBM yang sebenarnya lebih banyak dinikmati oleh kalangan menengah ke atas yang memiliki kendaraan bermotor tentu akan merugikan negara dan tidak adil bagi rakyat miskin yang tidak memiliki kendaraan bermotor. Sudah saatnya subsidi tersebut dialihkan ke program jaring pengaman sosial yang lebih efektif untuk mengentaskan kemiskinan di negeri ini.

Posting Komentar

0 Komentar